Setelah Hampir Enam Sabit
Hi Blog! Apa kabar? Maaf, lama tak
berkunjung. Aku sibuk. Rentetan hariku selalu dipenuhi agenda yang membuatku
tak sempat menemuimu di penghujung hari. Tapi aku selalu punya alasan untuk
pulang. Sungguh, aku merindukanmu. Kau pun pasti sama. Ada banyak kisah yang
ingin kubagi. Kuharap kau ingin menyimaknya. Karena ini kunjungan pertamaku, akan
kurangkum semua kisah di halaman kecilmu ini. Baiklah, akan kumulai.
Sungguh, setengah tahun itu berlalu
seperti kecepatan cahaya. Melesat begitu cepat. Belum sempat aku melirik
kalender, menanyakan tanggal hari ini, bulan berapa, rupanya tahun telah
menggiring menuju pertengahan. Telah hampir enam sabit berlalu, dan belum pernah kubagikan sepotong kisah pun. Apa saja yang telah terjadi selama setengah
tahun terakhir? Tentu saja ada banyak hal.
Dibuka di awal tahun, bulan Januari.
Tapi sebelumnya aku ingin sedikit pamer, tahun ini aku punya sesuatu yang baru.
Ia teman baruku, namanya Jurnal Harian. Mungkin untuk sebagian orang ini bukan
sesuatu yang baru. Aku pun sebetulnya telah lama mengenalnya, namun baru tahun
ini ingin benar-benar berteman dengannya. Aku memutuskan untuk menuliskan
segala hal yang ingin kulakukan tahun ini sedetail mungkin. Dimulai dari 2018
Goals, Places to Travel, Books to Read, Memorable Experiences, Must have Items,
hingga rutinitas harianku pun tak luput dari catatan. Hal yang harus kulakukan hari
ini, ingin kemana aku, sudah berapa halaman bacaanku, apakah tidurku tak
terlalu lama, apa saja prioritas pekan ini, dan segala hal yang bisa
dituliskan. Bukan tanpa alasan aku melakukannya. Kupikir ini akan memudahkanku
mencapi tujuan-tujuan hidup yang telah kurencanakan, tentu dengan restu Sang
Pemilik jagad raya. Aku bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih disiplin,
menghargai waktu, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, dan tentu saja menjadi
seseorang dengan hidup yang lebih teratur. Selain Jurnal Harian, aku juga
mengantongi buku Muhasabah Harian tahun ini yang diberikan oleh Spidi, sekolah
yang memberiku banyak pelajaran hidup. Shalat fardhu, sunnah, dhuha, lail,
tilawah, dan beberapa daftar amal kebaikan lainnya menjadi wajib untuk kucatat.
Seberapa baik amalanku hari ini, apakah lebih baik dari kemarin ataukah ada
penurunan. Ini penting kulakukan untuk memantau grafik naik turunnya iman,
memotivasi untuk meningkat lebih kuat, dan tentu saja mendisiplinkan diri.
Seperti ucapan Umar Bin Khattab, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab,
timbanglah amalmu sebelum ditimbang untukmu, dan berhiaslah untuk penampilan
akbar (hari Akhirat).”
Wah, openingnya panjang sekali. Baiklah, akan kulanjutkan pembukaan di bulan
Januari tadi. Awal tahun menjadi salah satu momen terpenting tahun ini. Aku beruntung,
cukup enam bulan dalam masa penantian, pemberi beasiswaku pun siap mendanai
perkuliahan terhitung sejak awal tahun ini. Pendaftaran kampus tahun lalu yang
telah kutunda registrasinya pun bisa kulanjutkan. Ya, aku akhirnya masuk kuliah
di semester genap. Aku kembali mengenyam pendidikan lanjutan di kampus merah,
Universitas Hasanuddin. Berada di jurusan ELS alias English Language Study
mempertemukanku dengan 12 kawan yang memiliki ketertarikan sama dengan
konsentrasi pendidikan. Lebih tepatnya, ada 4 orang mahasiswa baru (termasuk
aku) yang bergabung dengan 9 mahasiswa yang telah lebih dulu memasuki semester
2. Jadilah kami 13 orang. (Membicarakan angka selalu saja rumit).
Selama kurang lebih empat bulan kami
berada di kelas yang sama dengan lima mata kuliah yang dibawakan oleh 11 dosen.
Per mata kuliah ada dua hingga tiga dosen yang mengajar. Mam A featuring Sir B, duet hingga trio. Mereka membagi
jadwal yang mereka sepakati. Siapa yang akan mengajar di setengah semester awal
dan setengah semester akhir. Mengapa dibuat seperti itu? Salah satu alasannya
agar penilaian menjadi lebih objektif.
Di kelas, boleh dikata aku menjadi
salah satu yang paling muda. Haha. Tentu saja kelas diisi oleh mahasiswa dengan usia
yang beragam. Ada yang seumuran denganku, ada yang lebih tua setahun, dua
tahun, tiga tahun, bahkan ada yang seusia dengan ibuku. Sungguh menuntut ilmu
itu tak mengenal kata terlambat. Mengenal
mereka menjadi salah satu episode menyenangkan dalam hidupku yang patut
kusyukuri. Kawan-kawan dari latar belakang kampus berbeda, juga dengan berbagai
perangai yang berbeda. Ada yang tekun, gesit, ada juga yang kadang ogah-ogahan. Ada
yang dewasa, kalem, juga ada yang bawelnya bukan main. Di antara 13 orang, ada
tiga yang telah berkeluarga. Selebihnya jomblo yang ingin segera berkeluarga.
Aku kembali menemukan angel dalam lingkaran pertemanan ELS.
Kusebut angel bukan karena ia baik
seperti peri di negeri dongeng. Tapi karena perangai yang melekat di dirinya
membuatku tak segan menumpahkan segala. Bahkan hingga hal-hal bodoh yang tak
bisa kutampakkan pada orang lain. Aku jarang sekali bisa berkarib dengan
seseorang. Membuka pertemanan dan bergaul dengan banyak orang tentu saja
kulakukan. Namun untuk memiliki seseorang yang kumasukkan ke dalam list angel sangatlah langka. Beruntung
kamu, Dea. :D Sebut saja dia begitu, karena nama KTP-nya terlampau rumit. Bukan
karena selektif dalam memilih teman, tapi ada sesuatu di relung sana yang
manusia bahasakan dengan kata ‘nyaman’. Jadi aku nyaman denganmu, Dea. Tapi aku
masih normal. :D. Entah siapa kali ini yang akan merangsek lebih dulu ke
pelaminan. Mengingat hampir semua angelku
telah pergi meninggalkanku bersama pangeran impian mereka, aku ridho kalau kamu
yang lebih awal. Asal keesokan harinya langsung kususul. Mungkin akan kukuliti
si Dea ini di episode khusus. Jangan sampai dia mendominasi di sini.
Beranjak dari kawan-kawan ELS yang
saat ini tengah dalam masa pencarian judul tesis, ada lingkaran lain bernama
HIMA (Himpunan Awardee) LPDP Unhas yang juga turut mewarnai awal tahunku hingga
kini. Baru saja kami dilantik sebagai pengurus HIMA. Mereka kawan-kawan lintas
jurusan yang menjadi penerima beasiswa seperti diriku. Kawan-kawan yang juga
berkawan dengan kawanku. Pertemanan yang saling bersinggungan. Orang-orang yang
katanya tak perlu takut tak lolos seleksi jadi menantu, karena seleksi negara
saja mereka lolos. :D Mereka memang kawan-kawan hebat yang tak perlu lagi
kujabarkan tingkat kecerdasannya, perilakunya, nasionalisme dan patriotismenya,
karena tentu saja mereka akan lulus dengan nilai tertinggi.
Aku bersyukur mengenal mereka. Meski
pertemanan baru seumur jagung dan intensitas pertemuan tak begitu sering, tapi
aku merasa pertemanan ini memiliki ruang khusus yang kuharap akan berlanjut
hingga kami bisa benar-benar mengabdikan diri pada negeri yang telah berbaik
hati membantu studi kami. Tentu itu sudah menjadi kewajiban siapa saja yang tiap
malam tidur di atas tanah bernama Indonesia. Tapi juga sudah menjadi
tanggungjawab kami untuk menjadi seseorang yang berguna untuk bangsa ini. Membicarakan
mereka selalu sukses membangkitkan jiwa nasionalisme dalam diriku.
Yang akan menjadi penutup dari tulisan
kali ini adalah kisah bersama rekan-rekan guru di Sekolah Putri Darul
Istiqamah. Sudah hampir dua tahun aku menjadi tenaga pendidik di sekolah ini.
Banyak hal yang telah terjadi dalam diriku. Upaya untuk terus memperbaiki diri
dengan akhlak yang lebih baik terus diusahakan, meski di sana sini masih banyak
kekurangan. Hingga gemblengan untuk menjadi seorang guru profesional juga terus
dilakukan di sekolah ini. Training
demi training pun dilakukan guna
mengembangkan kemampuan yang kami miliki.
Tahun ini aku tak lagi bekerja full time mengingat jadwal kuliah yang
juga cukup padat. Aku menghandle satu
kelas di tingkat menengah atas dengan jadwal sekali sepekan. Tahun ajaran
berikutnya pun nampaknya akan sama. Namun ada hal baru yang sangat kunanti.
Cambridge Curriculum akan hadir
membersamai sekolah ini untuk mata pelajaran bahasa Inggris dan proses belajar
mengajar menggunakan kurikulum ini akan dilaksanakan semester berikutnya.
Kurikulum internasional yang saat ini masih bisa dihitung dengan satu tangan
sekolah yang mengaplikasikannya di Sulawesi Selatan. Spidi menjadi salah satu
yang beruntung. Tentu ini akan menjadi ajang pengembangan diri. Kuharap bisa mengantarkanku
menjadi pendidik yang lebih profesional yang memberi manfaat untuk anak-anak
didikku, dan semoga bisa menjadi ladang pahala.
Banyak sekali hal yang harus kusyukuri
di tahun ini. Diberi tubuh yang sehat, keluarga yang bahagia, kawan-kawan yang
menyenangkan, pendidikan yang baik, juga lingkungan kerja yang baik. Tak mampu
memang jika dihitung satu per satu nikmat yang menggunung ini. Sungguh nikmat
Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan.
Kurasa sudah cukup panjang kisah yang
kubagi kali ini. Semoga diberi umur panjang dan bisa bersua kembali di hari esok.
Aku berjanji akan lebih sering berkunjung tahun ini.
Sampai jumpa. Semoga harimu
menyenangkan.