Tersesat Dalam Diri
Setiap
manusia di muka bumi ini lahir dengan membawa potensinya
masing-masing. Namun banyak yang tidak menyadari akan kekuatan yang ada
dalam diri mereka. Sesuatu yang harusnya tumbuh besar justru menjadi layu,
kering lalu gugur perlahan-lahan. Mereka kemudian lupa diri mereka hingga
akhirnya tumbuh menjadi orang lain. Sangat menyedihkan. Tapi itulah yang banyak
kita saksikan hari ini; anak-anak di sekeliling kita yang sedang bertumbuh
dan tak tahu ingin kemana. Juga para orangtua yang sepatutnya membantu
anak-anak mereka untuk menemukan jalan yang tepat justru sama-sama tersesat.
Saya ingin
sedikit berbagi cerita tentang ketersesatan dalam menemukan potensi diri.
Mengingat saya adalah salah seorang tenaga pengajar di salah satu sekolah
swasta di sebuah kota kecil, melihat fenomena seperti ini adalah sesuatu yang
cukup sering saya dapati. Tidak jarang anak didik saya bingung memilih jurusan
begitu akan mendaftarkan diri ke kampus. Mereka sama sekali tidak pernah
membayangkan akan berkuliah dimana, jurusan apa, dan ingin menjadi apa setelah
lulus kuliah.
Pihak
sekolah tentu harus turut mengambil peran dalam membantu anak dalam menemukan
bakat dan passion-nya. Namun sebelum
hal tersebut dilimpahkan ke sekolah, orangtua lah yang harusnya terlebih dahulu
paham akan bakat, passion, dan
cita-cita yang dimiliki oleh anaknya. Orangtua lah yang semestinya lebih
mengenal buah hati mereka dan membimbingnya menuju jalan untuk menggapai
cita-citanya. Sekolah hanya sekadar menjadi alat bantu untuk meraih apa yang
mereka cita-citakan.
Ayah Edy,
seorang konsultan pendidikan dan pakar parenting pernah berkata, jika anakmu memiliki bibit mangga maka
jangan paksa ia tumbuh menjadi pohon jeruk. Jika anakmu memiliki bibit dokter
maka jangan paksa ia tumbuh menjadi pohon penyanyi, begitu pun sebaliknya1).
Sayangnya itulah yang kerap kali orangtua lakukan; memaksakan kehendak mereka.
Saya
memiliki salah satu anak didik yang sekarang telah duduk di bangku kelas XII.
Dulunya ia adalah seorang siswa yang sangat riang saat duduk di bangku kelas XI
dengan jurusan IPS. Beberapa bulan kemudian ia bertekad untuk pindah ke kelas
IPA. Apa yang terjadi setelahnya? Ia menjadi pemalas, suka murung, dan tidak
suka bergaul. Selidik punya selidik, saat liburan sekolah orangtuanya meminta
agar ia pindah ke jurusan IPA karena mereka ingin anaknya menjadi seorang
dokter. Meski sang anak juga belum begitu paham profesi apa yang sebenarnya ia
minati, namun bisa dipastikan bahwa dunia kedokteran sama sekali tidak menjadi passion-nya. Hal tersebut sangat
terlihat dari ketidaktertarikan si anak begitu ia pindah jurusan.
Kasus di
atas hanyalah satu dari sekian banyak kehendak yang dipaksakan pada sang anak.
Bukannya menjadi seperti apa yang diharapkan, tetapi justru berubah menjadi
mimpi buruk bagi anak.
Mari sama-sama menemukan siapa diri kita, apa potensi kita, dan pertajam potensi itu agar bisa menjadi sesuatu, begitu juga dengan orang-orang terdekat kita. Karena hidup terlalu berharga untuk sebuah ketersesatan.
1)Ayah Edy - Rahasia
Ayah Edy Memetakan potensi Unggul Anak