Aku Seorang Ambivert

Dulu aku tidak pernah benar-benar peduli tentang nama dari kepribadian yang kumiliki. Meski seorang kawan pernah menganjurkanku untuk mengikuti tes kepribadian, aku selalu mengabaikannya. Hingga aku tiba di sore ini dimana aku membaca tulisan seorang youtuber populer berkebangsaan Indonesia di blognya. Pemilik blog rupawan yang dikenal dengan sebutan Kim Jiwon-nya Indonesia ini mengaku sebagai seorang introvert. Seseorang dengan kepribadian yang lebih suka menghabiskan waktu dengan diri sendiri dan segala hal yang bersifat privasi.
Aku lalu teringat akan kepribadian lain yang sering orang bicarakan; ekstrovert. Jenis kepribadian yang lebih mudah dan lebih senang bersosialisasi dengan menghabiskan waktu di luar dengan orang lain. Tentu berlawanan arah dengan sifat si introvert.
Aku selalu bingung jika orang-orang membicarakan tentang diri mereka yang introvert maupun ekstrovert. Aku seperti tidak menemukan diriku dari kedua kepribadian tersebut. Aku merasa kadang menjadi seseorang yang senang dengan kesendirianku. Kadang juga lebih senang keluar bersama kawan-kawanku. Aku suka terlibat dalam diskusi, tapi juga tidak jarang hanya sekadar mengamati. Menghabiskan waktu dengan orang lain bisa membuang tenagaku, tapi jika hanya dengan diri sendiri aku juga sering dilanda kebosanan. Sifat yang berubah-ubah ini membawaku pada anggapan bahwa aku adalah seseorang yang tidak konsisten. Seseorang yang bisa dengan mudah mengubah perilaku.
Jika aku bukan introvert ataupun ekstrovert, lalu siapakah aku ini? Apa aku seseorang dengan kepribadian tak bernama? Meski tidak begitu peduli dengan nama kepribadianku, tapi aku kadang dihinggapi rasa penasaran tentang dimana sebenarnya aku diklasifikasikan. Hari ini aku akhirnya menemukan jawabannya. Sang youtuber menyebutkan sesuatu dalam tulisannya, "...I'm not an ambivert. Gue masih introvert seperti gue dulu...". Dia bilang apa? Ambivert? Itu apa? Jari-jariku pun sontak mengetik "ambivert" di pencarian google. Artikel tentang ambivert lalu bermunculan. Kubuka satu per satu. Kubaca dengan seksama. Dan aku akhirnya menemukan siapa diriku sebenarnya. Aku seorang ambivert. Mungkin sangat terlambat untuk seseorang yang hampir berusia 23 tahun untuk tahu kepribadian yang selama ini melekat dalam diri, tapi bukankah belajar tidak pernah terlambat? Hari ini aku belajar mengenali diriku. Aku yang dulunya selalu bingung jika ingin mengklasifikasikan diri ke jenis kepribadian apa, hari ini tidak lagi. Meski hanya bermodal sedikit bacaan yang kucocokkan dengan kebiasaanku, aku bisa dengan yakin menyebut diriku sebagai ambivert.
Lalu apa sebenarnya ambivert itu?
Menurut beberapa referensi yang kubaca di google, ambivert adalah kepribadian yang hilang atau terlupakan. Iya, hilang dan terlupakan seperti dia. Eh bukan. Disebut begitu karena rupanya ambivert memang tidak terlalu sering dibicarakan. Kebanyakan orang hanya tahu introvert dan ekstrovert, sama sepertiku. Duh kasihan. Padahal setengah dari penduduk di bumi berkepribadian ambivert. Selebihnya tentu saja si intro dan ekstro.
Ambivert adalah jenis kepribadian yang berada di zona tengah. Tidak disebut introvert maupun ekstrovert tapi memiliki kedua kepribadian tersebut. Kadang suka bergaul, kadang suka sendiri. Kadang suka pembicaraan ringan, kadang suka yang mendalam. Kalau ada waktu luang sering bingung mau pilih tidur-tiduran dan malas-malasan di kamar atau hangout dengan kawan-kawan. Ini benar-benar diriku yang sesungguhnya. Jika bertemu seseorang yang banyak bicara, aku sering memposisikan diriku sebagai seorang pendengar setia yang hemat kata. Namun jika dihadapkan pada seorang introvert yang lebih banyak diam, maka jiwa ekstrovertku pun mengudara. Kepribadianku berubah tergantung lawan bicara. Aku sering merasa ngeri dengan diri sendiri jika mengingat hal tersebut. Bagaimana bisa aku menggeser kepribadianku? Apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku? Apa aku seseorang dengan kepribadian yang tidak konsisten? Atau memang aku masih labil? Apa ini normal? Ya, aku bahkan pernah bertanya seperti itu pada diri sendiri.
Jika dulu kuanggap diriku tidak konsisten, kini aku sadar bahwa itu bukanlah ketidakkonsistenan. Itulah yang disebut dengan fleksibel. Seorang ambivert jauh lebih mampu memahami kondisi dan emosi seseorang sehingga bisa dengan mudahnya menyesuaikan diri untuk bersikap. Jadi ternyata justru itu kelebihan yang kumiliki. Dan ada satu lagi kelebihan seorang ambivert menurut abang google. Si ambivert jago dalam hal jualan. Kok bisa? Karena sang ambivert tahu kapan harus menjadi pendengar yang baik dan kapan harus maju untuk bicara. Pantas saja aku selalu menaruh kesenangan dalam berbisnis.
Sekali lagi, hari ini aku telah menemukan diriku. Tanpa ada lagi ragu dan tanya yang bersemayam. Kamu juga, temukan siapa dirimu dan selamat saling menemukan. :D

Postingan populer dari blog ini

Suamiku

eLPiDiPi Kali Kedua