Geng Bulo-bulo


Sebetulnya tulisan ini sudah direncanakan jauh sebelum kembali ke kampus. Tapi karena sufiks 'pi', nantipi, malampi, besokpi dan pi pi yang lain maka jadilah agenda nge-blog tertunda. Untung saja tidak sampai tahun depanpi. Well, supaya tidak semakin memperbanyak pi, let's start this story. Ini untuk kalian, Geng Bulo-Bulo.

Belum lama rasanya pakaian hitam putih melekat di tubuh kita. Dan hari ini kita akan merasakan dunia kedua setelah kampus dengan pakaian merah kebesaran kita. Inilah KKN. Kuliah Kerja Nyata. Go to the people, live with them, learn from them, love them, start from what they know, and build what they know. Kutipan dari pembekalan KKN yang semoga benar-benar kita lakukan.

Ready to Go

Siang ini, semua peserta KKN pergi bersama kepala desa dan pejabat-pejabat desa yang telah menjemput mereka. Hanya kita yang tersisa. Empat Hawa dan dua Adam. Seperti tidak ada tanda-tanda kehadiran orang yang akan membawa kita ke desa yang konon katanya ada di balik gunung yang ada di depan kita, di balik gunung itu ada gunung dan di baliknya masih ada berpuluh-puluh gunung yang harus kita tempuh untuk tiba di lokasi. Begitu kata bapak sekretaris camat menakut-nakuti.

Tidak salah orang yang mengatakan waiting is the most boring thing in the whole world. Kita benar-benar dalam situasi covered by algae menanti sang penjemput.

"Sekarang sudah jam tiga. Nanti kalau kalian tiba langsung akan dijemput dengan hidangan berbuka."

Benar saja. Mobil futura putih yang hampir sesak oleh penumpang dan barang dari pasar membawa kita ke tempat entah. Turunan, tanjakan, tikungan, tanjakan dan turunan yang disertai tikungan, bukit, lembah, jurang, pemandangan teratur yang sudah terlalu banyak tapi desa Bulo-Bulo belum juga menampakkan diri. Barulah saat matahari hilang kita berbelok ke sebuah rumah yang sedikit berbeda dengan rumah di sekelilingnya. Finally, kita tiba kawan-kawan. Benar-benar dijemput dengan hidangan berbuka.

Di desa ini, desa terdalam dari kecamatan Pujananting, desa yang menjadi bagian dari kabupaten Barru, belum dialiri listrik. Ditambah lagi jaringan telpon yang tersangkut di jendela. Jadilah semua handphone berjejer memperebutkan satu atau dua batang signal.

Tiga hari pertama, observasi dan mulai menyusun program kerja. Lalu blusukan ke beberapa dusun. Jarak antar dusun yang masya Allah jauhnya dan tepat di bulan Ramadhan, benar-benar menambah kesengsaraan. Seperti tidak ada yang lebih buruk di dunia ini seperti saat melakukan hal ini.

Berjalan kaki berjam-jam mencari kantor desa. Menahan dahaga di bawah sadisnya terik matahari. Mendapati betis yang sepertinya mulai menyerupai milik atlit maraton. Kulit mulai kecoklatan. Sungguh tiga hari yang sangat melelahkan.

Blusukan
Program kerja telah disusun. Seminar proker menyusul. Sepekan berlalu. Tiba di pekan yang baru, yang mungkin akan begitu panjang. Juga akan ditemani segunung agenda. Mulai mengeksekusi satu per satu proker. Delapan belas proker bukan jumlah sedikit untuk jumlah kita yang hanya berenam.

Rentetan aktivitas memenuhi hari kita; mengajar, penyuluhan, pengadaan properti di sekolah, kantor desa dan masjid, event 17-an, hingga menghadiri acara pernikahan warga setempat. Undangan mengisi perut juga berdatangan dari segala penjuru.

Pak Santo sedang mengajar Matematika

Pagar masjid baru



Kantor Desa

Menghadiri Acara Pernikahan

Hari kian terasa pendek. Sebulan. Hingga dua bulan berlalu. Jauh dari bayangan ketika baru menghirup oksigen Bulo-Bulo. Tentu semua singkat karena kalian, geng Bulo-Bulo. Empat perempuan cantik yang menamai dirinya Zaskia Sungkar (Muti), Shiren Sungkar (Hasni), Nagita Slavina (Kiki), Zaskia Adya Mecca (aku), dan dua bocah lelaki dengan karakter berjauhan. Santo, sang koordinator desa, si lelaki yang mungkin akan menjadi seorang advocat, pribadi yang  sangat tekun. Tekun dalam segala hal. Termasuk mandi. Sedangkan lelaki yang satunya, kak Sidik, si calon Arsitek ini justru bisa sampai dua hari kemudian barulah melakukan rutinitas yang disebut mandi. Piss kak :D. Inilah kita. Enam tokoh utama dalam kisah singkat dua bulan ini.

Bersama Bapak Dusun Palampang dan Keluarga :')




Seseorang pernah berkata di blognya (Sebut saja dia kak Batara) yang juga meminjam dari seseorang, "Meninggalkan suatu tempat sama halnya dengan kepergian kita dari hati seseorang, kita tidak akan betul-betul pergi dari sana, akan selalu ada yang tertinggal, sesuatu yang kita sebut kenangan."






Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

Suamiku

eLPiDiPi Kali Kedua